Senin, 14 Januari 2013

KARAKTERISTIK STILISTIKA AL-QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kajian stilistika termasuk dalam studi linguistik modern, kajiannya meliputi hampir semua fenomena kebahasaan, hingga pembahasaan tentang makna. Ia mengkaji lafal baik secara terpisah ataupun tatkala digabungkan ke dalam struktur kalimat. (Syukri Muhammad ‘ayyad, 1982, hal 48).[1]
Menurut Panuti sudjirman studi stilistika pun mengkaji para sastrawan memanfaatkan unsur kaidah dalam bahasa dan efek apa yang akan ditimbulkan oleh penggunaanya, mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra dan meneliti deviasi terhadap tata bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Stilistika
Secara harfiyah, stlistika berasal dari bahasa Inggris: stylistics, yang berarti studi mengenai style ‘gaya bahasa’ atau ‘bahasa bergaya’. Adapun secara istilah, stilistika (stilistics) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra (Abrams, 1979: 165-167; bandingkan Satoto, 1995: 36). Dapat dikatakan bahwa stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya (subject matter).
Stilistika sebagai ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dalam karya sastra yang berorientasi linguistik atau menggunakan parameter linguistik dapat dilihat pada batasan stilistika berikut.
·         stilistika merupakan bagian linguistik yang menitikberatkan kepada variasi penggunaan bahasa dan kadangkala memberikan perhatian kepada penggunaan bahasa yang kompleks dalam karya sastra (Turner, 1977: 7). Atau, pendekatan linguistik yang digunakan dalam studi teks-teks sastra (Short, 1989: 183).
·         stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra (Leech dan Short, 1984: 4).
·         stilistika adalah ilmu kajian gaya yang digunakan untuk menganalisis karya sastra (Keris Mas, 1990: 3).
·         stilistika mengkaji wacana sastra dengan berorientasi linguistik dan merupakan pertalian antara linguistik dan kritik sastra.


B.     Objek Kajian Stilistika
Stilistika mengkaji seluruh fenomena bahasa mulai dari fonologi [bunyi bahasa] hingga semantic [makna dan arti bahasa] (Syukri Muhammd ‘Ayyad, 1982, hal. 48). Agar ranah kajian tidak terlalu luas, kajian stilistika biasanya dibatasi pada suatu teks tertentu, dengan memperhatikan preferensi penggunaan kata atau struktur bahasa, mengamati antar hubungan-hubungan pilihan itu untuk mengidentifikasi ciri-ciri stilistik [stylistic features] seperti; sintaksis [tope struktur kalimat], leksikal [diksi, penggunaan kelas kata tertentu], retoris atau diviasi [penyimpangan dari kaidah umum tata bahasa] (Panuti Sudjiman, 1003, hal. 14).[2]
Dengan demikian ranah kajian stilistika meliputi:
a.       Fonologi
b.      Preferensi lafal
c.       Preferensi kalimat
d.      Deviasi

C.    Fonologi dan Efek yang Ditimbulkan
Fonologi adalah bidang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. (Harimukti Kridalaksana, 1983, hal 45). Bunyi-bunyi bahasa pada dasarnya terbagi dua, konsonan dan vokal. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat saluran suara di atas glotis (misalnya : b, c, dan d). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara dan tanpa penyempitan dalam saluran suara di atas glotis (misalnya : a, i, u, e, o). (Harimukti Kridalaksana, 1983, hal 91, 177).[3]
Penelitian terhadap hubungan fonologi dengan efek yang ditimbulkan telah lama dilakukan para ulama, antara lain oleh al-Khalil bin Ahmad, sibawaih dan abul fatah usman bin juny. (Mahmud Ahmad Najlah, 1981, hal 332-334).[4] Efek tersebut terbagi dua pertama efek fonologi terhadap keserasian. Kedua efek fonologi terhadap makna:
a.       Efek Fonologi Terhadap Keserasian
            Pemilihan huruf dalam al-Qur’an dan penggabungan antara kosongan dengan vokal sangat serasi sekali, sehingga memudahkan dalam pengucapan.
            Yang dimaksud dengan dengan keserasian dalam tata bunyi al-Qur’an adalah keserasian dalam pengaturan harakah (tanda baca yang menimbulkan bunyi a,i,u) sukun  (tanda baca “mati“) madd (tanda baca yang menimbulkan bunyi panjang), dan gunnah (nasal) sehingga enak untuk didengar dan diresapkan. (Muhammad ‘Abdul ‘Adim az-Zarqoni, tanpa tahun, hal 205),  tatkala kita mendengarkan al-Qur’an surah dan ayat mana saja, yang dibaca dengan baik dan benar. Akan terdengar irama, nada musik mengalun yang sangat mengagumkan, huruf-huruf menyatu, sehingga sulit untuk dipilah-pilah satu sama lainnya.
            Keserasian bunyi pada akhir ayat melebihi purwakanti yang beragam, sehingga tidak menjenuhkan. Misalnya pada ayat-ayat itu terdapat bunyi vokal “a“ namun diiringi oleh konsonan yang bervariasi, sehingga menimbulkan hembusan suara yang berbeda, yaitu: ba, da, ta, dan qa.
Dalam surah lain kesamaan bunyi akhir terkadang diselingi oleh bunyi vokal lain, seolah-olah ada deviasi dari irama yang ada.
Konsonan  yang menyertai vokal pun beragam, sehingga menimbulkan bunyi tin, din,’un, rin lin, sun dan seterusnya, sehingga tidak menimbulkan kebosanan, karena irama yang ditimbulkan datang silih berganti.[5]
b.      Efek  Fonologi Terhadap Makna
            Bahasa terdiri dari atas lambing-lambang, yaitu tanda-tanda yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang lain. Di dalam bahasa, tanda terdiri atas rangkaian bunyi yang pada ragam tulis dialihkan ke dalam tanda-tanda visual, yaitu huruf dan tanda baca. Hubungan antara rangkaian bunyi tertentu dan makna yang dinyatakan bersifat arbiter semata, tidak ada hubungan yang wajar antara lambang dan objek yang dilambangkannya (Panuti Sudjiman, 1993hal. 9). Namun demikian jika ada bunyi lafal yang menyerupai atau menunjuk kepada makna yang dikandung, maka makna ini dianggap lebih kuat (Mahmud Ahmad Najlah, 1981, hal. 335).[6]
            Abu-Fatah ‘Usman bin Juniy telah mengadakan penelitian terhadap kasus ini. Dia mengatakan bahwa masdar ruba’I mudo’af [infinitif berhuruf empat yang mendapat mengulangan bunyi] mengandung arti pengulangan, seperti lafal: za’ za’ ah, qalqalah, solsolah, dan qarqarah mengandung arti goncangan, keributan, bunyi berderik-derik, bunyi gemerincing, bising dan keroncongan [perut].
            Selanjutnya dinyatakan bahwa pengulangan ‘ain fi’il [huruf kedua kata kerja] menunjuk kepada makna pengulangan, seperti: kassra, qatta’a, fattaha, dan gallaqa, mengandung arti memecah-mecah, memotong-motong, membukabuka, menutup-nutup (Mahmud Ahmad Nadjlah, hal. 335).[7]
            Karakteristik bunyi huruf dan kaitannya dengan makna dalam Al-Qur’an menjadi kajian Mahnud Ahmad Najlah dalam bukunya Luqah al-Qur’ân al-Karim fil Juz ‘ Amma. Ia mengkaji huruf sin pada surah an-Nas (114) terutama pada ayat 5 dan 6. Huruf sin termasuk jenis konsonan frikatif. Manusia tidak bisa mengucapkannya dengan mulut terbuka, namun harus dengan menempelkan gigi atas dengan gigi bawah pada ujung lidah. Bunyi seperti ini secara khusus dipilih untuk memberikan kesan bisikan para pelaku kejahatan dan tipuan, sebagaimana dilakukan oleh Syaitan terhadap manusia agar mereka mau melakukan perbuatan ma’siat. Demikian pula huruf sad dan fa, kedua huruf ini juga termasuk konsonan frikatif, dan memiliki karakteristik yang mirip dengan huruf sin.
            Selanjutnya ia meneliti huruf ra dan fa terutama dalam surah an-Nazi’at [79:6-14]. Pengulangan huruf ra dengan pengucapan yang cepat menggambarkan getaran yang ditimbulkan (dalam konteks ini) bumi dan langit, apalagi ditopang oleh bunyi fad dan jim yang didahalui vocal panjang, sehingga menggambarkan pengulangan ra yang terus-menerus, kemudian nafas dan udara pun berhenti tatkala mengucapkan huruf jim, lalu dibuka kembali untuk mengucapkan huruf fa (Mahmud Ahmad Najlah, 1981, hal.347-348). Maka sempurnalah gambaran getaran bumi dan hati yang diikuti rasa takut yang mencekam.
            Keserasian huruf sangat membantu keserasian kata, selanjutnya keserasian kalimat secara keseluruhan. Dalam hal ini irama yang dipantulkan al-Quran terkadang terkesan pelan dan terkadang sedang atau cepat. Irama lambat biasanya berisi pelajaran atau wejangan dan irama cepat biasanya berisikan gambaran siksaan. Perhatikan misalnya surah al-Haqqah [69:1-12]. Bunyi lafal al-haqqah dan al-Qariah terkesan lambat. Ayat ini mengandung makna pelajaran atau peringatan tentang hari kiamat. Namun pada ayat-ayat selanjutnya yang menerangkan siksaan atas kaum Tsamud dan ‘Ad iramanya terasa cepat dan menghentak-hentak.
            Itu semua merupakan usaha pendekatan dari aspek fonologi untuk menjawab pertanyaan kenapa al-Quran menarik untuk dibaca? Hal tersebut merupakan hasil penerungan yang dikaitkan dengan perasaan. Oleh karenanya sudah barang tentu masih terbuka untuk diperdebatkan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Fonologi adalah bidang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. (Harimukti Kridalaksana, 1983, hal 45). Bunyi-bunyi bahasa pada dasarnya terbagi dua, konsonan dan vokal. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat saluran suara di atas glotis (misalnya : b, c, dan d). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara dan tanpa penyempitan dalam saluran suara di atas glotis (misalnya : a, i, u, e, o) .(Harimukti Kridalaksana, 1983, hal 91, 177).
 Dan lafal-lafal dalam al-Quran jika ditelusuri dan diteliti secara mendalam akan memunculkan ilmu-ilmu baru yang sebelumnya tidak terbayangkan. Apabila ilmu-ilmu tersebut dihimpun tentunya akan merupakan referensi yang sangat mengagungkan, sehingga nantinya al-Quran bukan hanya sumber hukum fiqh dan aqidah tetapi juga sumber bidang kebahasaan.









[1] Ayyad. Syukri Muhammad, 1982, Madhkal Ila Ilmi Uslub, (Riyad: Darul Ulum), hlm. 48

[2] Sudjiman, Panuti, 1993, Bunga Rampai Stilistika, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti), hlm. 14
[3] Krisdalaksana, Harimukti, 1983, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia), hlm. 91
[4] Najlah, Mahmud Ahmad, 1981, Lughah Qur’an Fil Juz Amma, (Beirut: Darun Nahdhoh Al-Arabiyyah), hlm. 332-334
[5] Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi Al-Qur’an, 1997, (Yogyakarta: Titian Illahi Press), hlm.
[6] Najlah, Mahmud Ahmad, 1981, Lughah Qur’an Fil Juz Amma, (Beirut: Darun Nahdhoh Al-Arabiyyah), hlm. 335
[7] Ibid., hlm. 335

Tidak ada komentar: