Kamis, 28 Februari 2013

Metode penelitian sastra

Metode penelitian sastra

Definisi metode penelitian sastra
Metode adalah cara-cara atau strategi untuk memahami realitas. Metode ialah langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.
Metode penelitian sastra adalah cara-cara atau strategi untuk memahami makna atau pesan yang terkandung dalam karya sastra serta langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya dalam karya sastra.
A.      Aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian sastra
1.       Aspek ekstrinsik (Historis, Sosiologis, Psikologis, Filosofis, Religius)
2.       Aspek intrinsik (elemen-elemen cipta sastra; insiden dan plot, , tema)
3.       Karakterisasi (teknik cerita, komposisi cerita, gaya bahasa, tokoh, sudut pandang)
B.      Langkah-langkah penelitian sastra
1.       Menentukan karya sastra yang akan diteliti (cerpen, novel, puisi, essay, dll)
2.       Mengumpulkan bahan-bahan data penelitian (karya sastra, teori-teori sastra inti dan pendukung)
3.       Menemtukan metode penelitian sastra (source research; field research/library research atau qualitatif/quantitatif,)

RUANG LINGKUP ILMU SASTRA


RUANG LINGKUP ILMU SASTRA
Ilmu sastra sudah merupakan ilmu yang cukup tua usianya. Ilmu ini sudah berawal pada abad ke-3 SM, yaitu pada saat Aristoteles ( 384-322 SM) menulis bukunya yang berjudul Poetica yang memuat tentang teori drama tragedi. Istilah poetica sebagai teori ilmu sastra, lambat laun digunakan dengan beberapa istilah lain oleh para teoretikus sastra seperti The Study of Literatur, oleh W.H. Hudson, Theory of Literatur Rene Wellek dan Austin Warren, Literary Scholarship Andre Lafavere, serta Literary Knowledge (ilmu sastra) oleh A. Teeuw.
Ilmu sastra meliputi ilmu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait dalam pengkajian karya sastra. Dalam perkembangan ilmu sastra, pernah timbul teori yang memisahkan antara ketiga disiplin ilmu tersebut. Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa pengkajian sejarah sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif. Di samping itu, pengkajian sejarah sastra menggunakan pendekatan kesewaktuan, sejarah sastra hanya dapat didekati dengan penilaian atau kriteria yang pada zaman itu. Bahkan dikatakan tidak terdapat kesinambungan karya sastra suatu periode dengan periode berikutnya karena dia mewakili masa tertentu. Walaupun teori ini mendapat kritikan yang cukup kuat dari teoretikus sejarah sastra, namun pendekatan ini sempat berkembang dari Jerman ke Inggris dan Amerika. Namun demikian, dalam prakteknya, pada waktu seseorang melakukan pengkajian karya sastra, antara ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait.
PENGERTIAN TEORI SASTRA, KRITIK SASTRA, DAN SEJARAH SASTRA
Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra. Secara umum yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep/ uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu.
Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya(diverifikasi) atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala-gejala yang diamati tersebut.
Kritik sastra juga bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang digunakan para pengkaji sastra ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra.
Untuk membuat suatu kritik yang baik, diperlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra.
Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya dipelajari ciri-ciri karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang mengisi arena sastra, puncak-puncak karya sastra yang menghiasi dunia sastra, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Sebagai suatu kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikan karya sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada, pengaruh yang melatarbelakanginya, karakteristik isi dan tematik.
Hubungan Teori Sastra dengan Kritik Sastra dan Sejarah Sastra
Pada hakikatnya, teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya,struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra. Di sisi lain, kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya sastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra.
Demikian juga terjadi hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.
Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode tertentu.
Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin keterkaitan.

DAFTAR PUSTAKA
Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
Effendi. S. (1982). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
Fananie, Zainuddin. (1982). Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Mido, Frans. (1982). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah 1994.
Semi Atar M. (1992). Anatomi Sastra. Bandung: Rosda Karya.
Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Suyitno. Sastra. (1986). Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tjahjono Libertus, T. (1986). Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende, Flores: Nusa Indah.
Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.
Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).

Senin, 18 Februari 2013

Kajian Sastra Bandingan: sebuah Pencerahan

A. Pengantar

Karya sastra merupakan karya imajinatif, dan mempunyai hubungan yang erat dengan hal-hal yang berada di luar karya sastra itu sendiri. Menurut Wellek dan Warren (1990: 79) bahwa faktor lingkungan juga bisa membentuk yang namanya karya astra. Oleh karena itu, tema yang sama dapat ditulis oleh lebih dari seorang pengarang. Hal itu bisa terjadi karena suatu karya sastra mengangkat tema kehidupan yang terdapat di alam masyarakat tertentu.
Brunei Darussalam dan Indonesia merupakan negara serumpun yang berdekatan. Ada kesamaan budaya dan adat dari keduanya. Selain itu, Brunei Darussalam dan Indonesia juga mempunyai bahasa nasional yang bersumber dari bahasa yang sama, yakni bahasa Melayu. Dari faktor-faktor itulah memungkinkan adanya hubungan timbal balik antara kedua negara tersebut, terutama dalam bidang budaya (khususnya sastra).
Hubungan timbal balik di alam sastra terbukti dengan terbentuknya Mastera (Majelis Sastera Asia Tenggara) yang anggotanya terdiri dari Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Mastera menjalin kerjasama dalam hal pengembangan sastra. Bentuk kerjasama ini dibuktikan dengan dimuatnya karya sastra dari sastrawan ketiga negara itu di majalah sastra masing-masing negara. Di Indonesia kerjasama itu direalisasikan dengan munculnya “Lembaran Mastera”di majalah sastra Horison. Lembaran ini memuat esei sastra, puisi-puisi, dan cerpen-cerpen karya pengarang Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Pada kajian ini saya mencoba untuk membandingkan dua fiksi mutakir dari Negara Brunei Darussalam dengan Negara Indonesia. Dari Negara Brunei Darussalam saya mengambil novelnya Muslim Burmat yang berjudul Makna Sebenar Sebuah Ladang sedangkan dari Indonesia saya mengambil novelnya Abrar Yusra yang berjudul Tanah Ombak. Kedua fiksi ini diterbitkan bersamaan pada tahun 2002.
Sisi menarik dari novel Makna Sebenar Sebuah Ladang dengan novel Tanah Ombak terletak pada tema yang diangkat pada masing-masing novel. Tema yang diangkat pada kedua karya sastra tersebut adalah masalah tanah. Dan dari tema inilah saya mengangkat menjadi sebuah kajian untuk tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Sastra Bandingan ini.

B. Seputar Tentang Muslim Burmat
Muslim Burmat merupakan nama penanya. Sedangkan nama asli dari Muslim Burmat adalah Awang Haji Muslim bin Haji Burut. Muslim Burmat merupakan salah satu dari orang yang berketurunan Kedayan. Muslim Burmat merupakan salah satu pegarang dari Negara Brunei Darusalam. Dia juga pernah bekerja di Dewan Bahasa dan Pustaka Negara Brunei Darussalam. Karya-karya Muslim Burmat banyak terpublikasikan dalam media massa seperti Radio Brunei, Pelita Brunei, Dewan Bahasa, Dewan Sastera, Suara Brunei, Pangsura, dan Bintang Harian.
Kesungguhan Muslim Burmat dalam berkarya mengangkat karyanya sampai memenangi beberapa hadiah. Novel Beliau yang berjudul Hadiah Sebuah Impian mendapatkan tempatan kedua dalam Peraduan menulis novel Sempena tahun 1980 dari Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam. Pada tahun 1983 novelnya yang berjudul Puncak Pertama mendapatkan penghargaan dari Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam. Tahun 1982 cerpennya yang berjudul Hujan Hingga ke Senja mendapatkan penghargaan dari Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam. Dan pada tahun 1992 novelnya yang berjudul Terbenamnya Matahari juga mendapat tempat pertama dalam Peraduan Menulis Novel Sempena dari Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam.
Selain itu, novel-novel Muslim Burmat yang lain dan sudah diterbitkan adalah Lari Bersama Musim, Sebuah Pantai di Negeri Asing, Urih Pesisir, Terbang Tinggi, Makna Sebenar Sebuah Ladang, dan Maka. Dan semua novelnya itu diterbitkan oleh penerbit yang sama yaitu Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam.

C. Seputar Tentang Abrar Yusra
Abrar Yusra di lahirkan di Sumatra Barat pada tanggal 28 Maret 1943. Beliau mempunyai latar belakang dan berpendidikan sebagai guru. Belaiu pernah mengajar di INS Kayutanam, tetapi itu semua tidak berlangsung lama. Karena beliau lebih memilih menjadi seorang wartawan. Bidang kewartawanan yang dipilih beliau ditekuninya hamper sudah sepuluh tahun.
Pada saat hijrah ke Jakarta, Abrar Yusra mengembangkan kemampuan yang dimilikinya menjadi seorang penulis. Beliau juga pernah menjadi salah satu anggota dari Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta periode 1991-1993. Tulisannya banyak dimuat dalam majalah sastra Horison, Media Indonesia, dan Pelita.
Karya-karya Abrar Yusra diantaranya adalah kumpulan puisi Siul, Amir Hamzah sebagai Manusia dan Penyair, Catatan Seorang Pamong-Memori Pemerintahan Hasan Basri Durin, Gubernur Sumatera Barat, dan Tak Menggantang Asap. Novel-novel Abrar Yusra yang pernah diterbitkan di antaranya adalah Kabar Burung, Nyanyian Laut, Biografi si Jaim, dan Tanah Ombak.

D. Sinopsis Novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat
Novel ini memuat enam belas bab dan mengandung seratus delapan puluh delapan halaman. Novel ini mengisahkan tentang perjuangan hak di antara dua bangsa yaitu bangsa Brunei yang diwakili oleh Puak Melayu Kedayan dan bangsa Inggris yang diwakili oleh Richardson. Puak Melayu Kedayan berjuang mempertahankan hak milik mereka yaitu tanah warisan nenek moyang mereka. Manakala bangsa Inggris berhasrat memperjuangkan hak tanah berlandaskan undang-undang dan secara langsung ingin merampas kekayaan yang ada di bumi Darussalam. Peristiwa ini berlaku ketika Brunei masih dibawah naungan pemerintahan Residen Inggris yaitu pada tahun 1915 Masehi.

E. Sinopsis Novel Tanah Ombak Karya Abrar Yusra
Novel ini mengisahkan tentang seorang wartawan yang bekerja sebagai redaktur pelaksana pada salah satu surat kabar. Wartawan tadi mengambil inspirasi untuk menulis sebuah novel. Dia mengambil bahan ceritanya yaitu tentang kehidupan seorang wanita penghibur dari tanah Minang. Di sini tokoh yang dijadikan tokoh utama dalam novelnya di beri nama Yasmi. Yasmi digambarkan sebagai wanita penghibur di sebuah night club.

F. Konsep Tema dalam Karya Sastra
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu di ingat (Stanton, 2007: 36). Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan munjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton, 2007: 37).
Menurut Stanton (2007:44) tema hendaknya memenuhi criteria sebagai berikut: (1) interpretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail menonjol dalam sebuah cerita dan criteria ini yang paling penting; (2) interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita yang saling berkontradiksi; (3) interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya implicit); dan (4) interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita yang bersangkutan.

G. Tema dalam Kedua Novel Tersebut
Novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat menceritakan tentang pemaparan politik di Negara Brunei Darussalam yang mana pada saat itu yang dituntu adalah hak kemerdekaannya. Novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat bisa dikatakan sebagai novel simbolik. Karena kalau kita telaah dengan ilmu semiotik, dari judulnya saja sudah mempunyai makna yang tersirat.
Novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra menceritakan tentang pendeskripsian sosiopolitik di Negara Indonesia. Novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra ini juga bisa dikatakan sebagai novel simbolik. Kalau kita cermati judulnya dengan ilmu semiotik, tanah di sini mengacu pada tanah air sedangkan ombak di sini mengacu atau melambangkan suatu kehidupan

H. Perbandingan Masalah Tanah dalam Kedua Novel
1. Masalah Tanah dalam Novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat
Dalam novel ini digambarkan bahwa tokoh Richardson di sini membuka ladang getah yang ada di kawasan tanah warisan dari nenek moyangnya. Dengan cara menghancurkan semua tempat bercocok tanam dan dusun-dusun dari orang Kedayan. Pembukaan ladang tersebut mendapat tantangan dari orang Kadayan itu.
Orang Kedayan semua melakukan tantangan. Dan tantangan itu diketuai oleh Munap. Mereka semua berusaha untuk merebut kembali tanah yang ditanami getah itu. Tanah seluas 400 hektar itu dicoba untuk direbut lagi oleh orang Kedayan. Usaha mempertahankan hak warisan dari nenek moyang yang dilakukan oleh orang Kedayan itu sangat wajar sekali.

2. Masalah Tanah dalam Novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra
Dalam novel ini diceritakan bahwa tokoh Pak Sutan berjuang untuk mendapatkan modalnya dalam mengerjakan atau menggarap tanah warisan dari istrinya. Untuk mendapatkan modal itu, Pak Sutan pergi mengembara atau merantau ke Padang. Namun kenyataannya berbanding terbalik. Pak Sutan saat di Padang malahan membangun gubuk di atas rawa-rawa yang di miliki oleh pemerintah. Sampai Pak Sutan beranak-cucu.
Pak Sutan di sini adalah ayah kandung dari Yasmi. Pada saat ayahnya meninggal (Pak Sutan maksudnya), Yasmi dan keluarganya mulai mengalami yang namanya kesempitan hidup. Yasmi dan keluarganya merasakan kemiskinan setelah ditinggal oleh Ayahnya meninggal dunia. Tanah tempatnya tinggal itu selalu dijadikan oleh Pemerintah sebagai lahan untuk pembangunan.
Yasmi sampai rela bekerja di night club sebagai wanita penghibur untuk bias memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kehidupan Yasmi dan keluarganya sangat menderita sekali. Rumahnya yang dekat dengan pantai membuat dia malah sangat menderita. Apalagi kalau terjadi hujan rebut dan banjir.
Pada akhir cerita, Yasmi yang sebagai lonte tua menjadi tak laku lagi untuk meneruskan kesulitan hidupnya. Dalam cerita ini tampak kalau tokoh Yasmi berusaha untuk menghindari penderitaan hidupnya. Dan tokoh Yasmi di sini juga berusaha untuk keluar dari dunia kegelapan yaitu dunia yang sudah ditekuninya selama ini. Selain itu, tokoh Yasmi di sini juga sangat memperlihatkan perjuangan untuk memilki tanah yang ditinggalinya itu. Walaupun tokoh Yasmi di sini berada dalam penggembaraan atau dalam perantauan.

3. Perbandingan
Perbandingan antara novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dengan novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra terletak pada usaha yang dilakukan oleh pemilik tanah dalam cerita pada masing-masing novel. Dalam novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat digambarkan bahwa tanah orang Kedayan yang diambil oleh Richardson mendapatkan penentangan dari orang Kedayan itu sendiri.
Sedangkan dalam novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra dideskripsikan bahwa tanah pemerintah yang ditempati atau diambil oleh Pak Sutan ayah dari Yasmi tidak mendapat penentangan dari pihak pemerintah itu sendiri. Itulah Perbandingan antara novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dengan novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra.

4. Persamaan
Persamaan antara novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dengan novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra ini terletak pada masalah tanah yang dibahas dalam kedua novel tersebut. Dalam novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dijelaskan bahwa tokoh Richardson sebagai orang pendatang sekaligus pengurus ladang getah menduduki tanah milik orang Kedayan untuk dijadikan ladang getah.
Sedangkan dalam novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra digambarkan bahwa Pak Sutan sebagai orang pendatang menduduki tanah milik pemerintah untuk dijadikan pemukiman. Itulah persamaan antara novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dengan novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra.

I. Simpulan
Dalam kajian ini bisa ditarik benang merah bahwa masalah tanah yang dibahas dalam novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dengan novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra itu memiliki sedikit persamaan dan juga perbedaan. Dan masalah utama yang dibahas dalam novel Makna Sebenar Sebuah Ladang Karya Muslim Burmat dengan novel Tanah Ombak karya Abrar Yusra adalah masalah yang memperjuangkan tanah.

Bumi Wringinanom, 6 Juni 2011

Daftar Pustaka

Burmat, Muslim. 2002. Makna Sebenar Sebuah Ladang. Brunei Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Damono, Sapardi Djoko. 2000. Sastera Indonesia Modern: Sastera Hibrida (Siri Kuliah Kesusasteraan Bandingan Mastera). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
............................ 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa
............................ 2009. Sastra Bandingan: Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi (Edisi Revisi). Yogyakarta: Media Pressindo.
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari: Sastra dalam Perbandingan. Surabaya: Gaya Masa.
Saman, Mohd. Sahlan. 2004. Sastera Malaysia dalam Hubungan dengan Sastera Nusantara. Bahan Seminar Kesusasteraan Bandingan Majelis Sastera Asia Tenggara di Universitas Negeri Surabaya tanggal 1 Oktober 2004.
Stanton, Robert. 2007. Teori Prosa Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trisman, B., Sulistiati, dan Marthalena. 2002. Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Pusat Bahasa.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: PT Gramedia.
Yusra, Abrar. 2002. Tanah Ombak. Jakarta: Kompas.
Zaidan, Abdul Rozak. 2005. “Dari Peristiwa ke Pemikiran dan dari Pemikiran ke Peristiwa” dalam Dari “Pemburu” ke “Terapeutik”: Antologi Cerpen Mastera (editor Dendy Sugono dan Abdul Rozak Zaidan). Jakarta: Pusat Bahasa.

Sejarah dan Teori Sastra Bandingan

Sejarah Sastra Bandingan

Istilah sastra bandingan kali pertama muncul di negara Inggris yang dipelopori oleh para pemikir Perancis seperti Fernand Baldensperger, Jean-Marie Carre’, Paul van Tieghem, dan Marius-Francois Guyard. Mereka ini dalam ilmu sastra bandingan akhirnya lebih dikenal sebagai pelopor aliran Perancis atau aliran lama (Hutomo, 1993: 1). Pada perkembangan selanjutnya, sastra bandingan ini juga berkembang di Amerika, mengembangkan konsep-konsep sastra bandingan aliran Perancis, sehingga sastra bandingan aliran Amerika ini disebut sebagai aliran baru (Hutomo, 1993: 1).
Aliran Perancis sebagai aliran lama berpendapat bahwa sastra bandingan adalah pembandingan sastra secara sistematik dari dua negara yang berlainan (Hutomo, 1993: 1). Sedangkan aliran Amerika berpandangan lebih luas. Aliran Amerika tidak hanya membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang berlainan, tetapi juga membandingkan sastra dengan bidang ilmu atau seni tertentu (Hutomo, 1993: 3). Oleh aliran Perancis hal tersebut tidak disetujui. Namun dalam praktiknya ternyata aliran Perancis juga melaksanakan konsep aliran Amerika (Hutomo, 1993: 4).

  1. Sastra Bandingan, Sastra Dunia, dan Sastra Umum
Berbicara mengenai sastra bandingan tidak bisa dilepaskan dengan pembicaraan tentang sastra nasional, sastra umum, dan sastra dunia. Tiga pengertian sastra tersebut sering tumpang tindih, sehingga seperti yang dikatakan oleh Wellek dan Warren (1989: 47), studi bandingan secara akademis kurang begitu sukses. Walaupun sebenarnya merupakan studi yang sangat penting. Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka diperlukan pemahaman tentang sastra bandingan, sastra nasional, sastra umum dan sastra dunia. Dalam hal ini beberapa pakar sastra telah berupaya untuk memberikan pengertian antara sastra bandingan, sastra nasional, sastra umum dan sastra dunia. Meskipun masih terdapat kekaburan, namun sedikit banyak membantu dalam pemecahan masalah.
Tentang sastra bandingan menurut Renne Wallek sebagai pendukung aliran Amerika dijelaskan bahwa sastra bandingan pada mulanya muncul dalam studi sastra lisan, khususnya dalam bidang sastra rakyat. Kemudian cerita rakyat ini dicari asal usulnya, daerah penyebarannya, dan transformasinya ke sastra tulis (1989: 47-48). Sedangkan menurut Suripan Sadi Hutomo (1993: 5) bahwa pada dasarnya sastra bandingan itu berlandaskan sastar nasional suatu negara. Menurut Budi Darma (2004: 28), sastra nasional yaitu sastra bangsa atau negara tertentu, misalnya sastra Brunei Darussalam, sastra Indonesia, sastra Inggris, dan lain-lain. Sastra yang ditulis dalam bahasa nasional dan bertema universal (Zaidan dkk, 2007: 182). Sastra yang secara umum menjadi milik bangsa, nasional di sini adalah batas wilayah politik suatu bangsa (Endraswara, 2008: 134). Jika disimpulkan dalam hal ini pengertian sastra nasional bertumpu pada masalah geografis.
Mencermati kutipan di atas, bagaimana halnya dengan pengertian antara sastra dunia dan sastra umum? Sastra dunia, jika dilihat dalam kamus istilah sastra, pengertiannya ialah sastra yang menjadi milik berbagai bangsa di dunia dan karena penyilangan gagasan yang timbal balik, memperkaya kehidupan manusia (Sudjiman, 1986: 68). Sedangkan menurut Hutomo (1993: 6), sastra dunia adalah sastra nasional yang diberi peluang meletakkan dirinya dalam lingkungan sastra dunia dengan fungsi dan kriteria tertentu serta sejajar, atau duduk sama rendah dan berdri sama tinggi, dengan sastra nasional bangsa lain di dunia. Istilah sastra dunia, sebenarnya banyak berkaitan dengan istilah Weltliliterature yang dikumandangkan oleh pujangga Jerman yang bernama Goethe. Konsep Goethe lebih mengarah pada World Masterpiece atau sastra agung dunia, dan bukan karya sastra golongan teri (Hutomo,1993: 6).

  1. Objek Kajian Sastra Bandingan
Objek kajian Sastra Bandingan menurut Suripan Sadi Hutomo (1990: 9-11) adalah sebagai berikut:
  1. Membandingkan dua karya sastra dari dua Negara yang bahasanya benar-benar berbeda
  2. Membandingkan dari dua Negara yang berbeda dalam bahasa yang sama
  3. Membandingkan karya awal seorang pengarang di Negara asalnya dengan karya setelah berpindah kewarganegaraannya
  4. Membandingkan karya seorang pengarang yang telah menjadi warga suatu Negara tertentu dengan karya seorang pengarang dari Negara lain
  5. Membandingkan karya seorang pengarang Indonesia dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia
  6. Membandingkan dua karya sastra dari dua orang pengarang berwarga Negara Indonesia yang menulis dalam bahasa asing yang berbeda
  7. Membandingkan karya sastra seorang pengarang yang berwarga Negara asing di suatu Negara dengan karya pengarang dari Negara yang ditinggalinya (kedua karya sastra ini ditulis dalam bahasa yang sama)

  1. Praktik Sastra Bandingan
Pada umumnya jika kita melihat praktik sastra bandingan baik di negara Timur maupun di negara Barat, studi sastra bandingan menurut Hutomo (1993: 11-12) melandaskan diri pada 3 hal yaitu:
  1. Afinitas, yaitu keterkaitan unsur-unsur intrinsik (unsur dalaman) karya sastra, misalnya unsur struktur, gaya, tema, mood (suasana yang terkandung dalam karya sastra) dan lain-lain, yang dijadikan bahan penulisan karya sastra.
  2. Tradisi, yaitu unsure yang berkaitan dengan kesejarahan penciptaan karya sastra.
  3. Pengaruh.

  1. Konsep Pengaruh dalam Sastra Bandingan
Istilah pengaruh tidak sama dengan istilah menjiplak, plagiat, dan epigon. Untuk melaksanakan studi pengaruh, barangkali, ada baiknya jika kita menyempatkan diri memahami teori intertekstualitas.

  1. Teori Intertekstualitas
Menurut Julia Kristeva (dalam Hutomo, 1993: 13-14), teori intertekstualitas mempunyai kaidah dan prinsip sebagai berikut:
  1. Pada hakikatnya sebuah teks itu mengandung berbagai teks
  2. Studi intertekstualitas itu adalah menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik teks
  3. Studi intertekstualitas itu mempelajari keseimbangan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di masyarakat
  4. Dalam kaitan dengan proses kreatif pengarang, kehadiran sebuah teks itu sebenarnya merupakan hasil yang diperoleh dari teks-teks lain
  5. Dalam kaitan studi intertekstualitas, pengertian teks (sastra) janganlah ditafsirkan terbatas pada bahan sastra, tetapi harus mencakup seluruh unsur teks, termasuk bahasa

  1. Hipogram
Hipogram adalah unsur cerita (baik berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa, dll) yang terdapat di dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian dijadikan model, acuan, atau latar teks yang lahir kemudian (teks sastra yang dipengaruhinya) (Hutomo, 1993:14). Jika menggunakan teori interteks harus memahami makna hipogram. Menurut Rifaterre (dalam Hutomo, 1993: 14) hipogram dapat berupa:
  1. Ekspansi, yakni perluasan atau pengembangan hipogram
  2. Konversi, yakni berupa pemutarbalikan hipogram
  3. Modifikasi, yakni manipulasi kata dan kalimat atau manipulasi tokoh dan plot cerita
  4. Ekserp , yakni intisari dari hipogram

  1. Simpulan
Dari uraian pendek ini dapat disimpulkan bahwa sastra bandingan sebagai ilmu mencakup :
  1. Sastra bandingan lama, yakni sastra bandingan yang menyangkut studi naskah
  2. Sastra bandingan lisan, yakni sastra bandingan yang menyangkut teks-teks lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari satu generasi kegenerasi, dan dari satu tempat ke tempat lain.
  3. Sastra bandingan modern, yakni sastra bandingan yang menyangkut teks sastra modern
Antara ketiga pembagian sastra tersebut, teori dan metode yang dipergunakan dapat saling meminjam metode dan teknik penganalisisannya.

Wringinanom, 5 April 2011

Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitan Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan: Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum
Kompleks Dosen UI.
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan.
Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari: Sastra dalam Perbandingan.
Surabaya: Gaya Masa.
Wellek, Rena dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (diterjemahkan Melani
Budianta). Jakarta: PT Gramedia.
Zaidan, Abdul Rozak dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Blog UNIKOM - Fisa Permana

Blog UNIKOM - Fisa Permana

Behavioral psikologi


Teori Behavior
Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat dipelajari secara sistematis dan dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan dari seluruh keadaan mental.
Ada dua tipe pengkondisian dalam behavior:
Classical conditioning adalah cara yg digunakan dalam percobaan behavior yang stimulusnya terjadi secara natural yang dihubungkan dengan respons yakni dengan stimulus netral. Respon akan hadir dengan sendirinya tanpa respon yang disengaja.
Operant conditioning adalah cara yang digunakan dalam behavior dengan diakhiri dengan hadiah dan hukuman.Kritik terhadap teori behavior:
Teori ini hanya menggunakan pendekatan satu dimensi saja dalam memandang perilaku
Proses belajar terjadi hanya dengan adanya penguatan atau hukuman
Manusia dan hewan dapat beradaptasi dengan tingkah lakunya ketika informasi baru itu dikenalkan, walapupun pola tingkah laku sebelumnya telah diketahui melalui penguatan
Kelebihan teori behavior  didasarkan pada perilaku yang dapat diobservasi, sehingga mempermudah pengukuran dan pengumpulan data dan informasi ketika penelitian.
Teknik terapi yang didasarkan pada behaviorisme  adalah intervensi tingkah laku secara intensif, lebih ekonomis, dan pelaksanaannya memiliki ciri tersendiri. Pendekatan ini sangat berguna untuk merubah perilaku yang berbahaya dan maladaptif baik pada anak dan dewasa.
Tiga asumsi dasar dalam behaviorism :
1)  pembelajaran terjadi melalui interaksi dengan lingkungan
2)  lingkungan membentuk perilaku
3)  proses mental tidak digunakan sebagai pertimbangan dalam menjelaskan perilaku
Satu aspek teori behavioral yang paling terkenal adalah classical conditioning yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov yang mempelajari proses pembelajaran melalui asosiasi antara rangsangan lingkungan dan rangsangan yang terjadi secara natural.
Prinsip dasar proses behavioral:
1. Rangsangan yang tidak terkondisikan, yaitu pemicu terjadinya respon yang tidak terkondisikan, terjadi secara natural, dan otomatis.
2. Respon yang tidak terkondisikan, yaitu respon yang tidak dipelajari yang terjadi secara natural dalam merespon rangsangan yang tidak terskondisikan.
3. Rangsangan yang terkondisikan, yaitu pada awalnya merupakan stimulus netral, setelah diasosiasikan dengan rangsangan yang tidak terkondisikan, kemudian memicu munculnya respon yang terkondisikan.
4. Respon yang terkondisikan, yaitu respon yang dipelajari dari rangsangan netral sebelumnya.

Contoh Metode Penelitian


Nama               : Ahmad Zaenudin Arif
Jurusan            : Bahasa dan Sastra Arab VA
NIM                : 1210502011
Mata Kuliah    : Metode Penelitian Umum

v  Tugas membuat contoh rumusan masalah deskriptif, komparatif, asosiatif dan membuat contoh judul penelitian.

·            Rumusan Masalah Deskriptif
Seberapa tinggi minat baca dan lama belajar rata-rata per hari murid-murid sekolah di Indonesia ?
·            Rumusan Masalah Komparatif
        Adakah perbedaan prestasi belajar antara murid dari sekolah negeri dan swasta ?
·            Rumusan Masalah Assosiatif
-             Hubungan Simetris
-             Adakah hubungan antara jumlah payung yang terjual dengan jumlah murid sekolah ?
-             Hubungan Kausal
Seberapa besar pengaruh tata ruang kelas terhadap efisiensi pembelajaran di SMA ?
-             Hubungan Interaktif
Hubungan anatara kecerdasan dengan kekayaan. Kecerdasan dapat menyebabkan kaya, demikian juga orang yang kaya dengan meningkatkan kecerdasan karena gizi terpenuhi.

·               Judul Penelitian
PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP MASYARAKAT BIASA
Contoh Variabel Penelitian:
·      Variabel Independen
·      Varibel Dependen
     a.       Variabel Independent          
     Variable ini sering disebut variable stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variable bebas. Variabel bebas adalah merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat).
Contoh            :  “Pengaruh terapi musik terhadap penurunan tingkat kecemasan”


VARIABEL INDEPENDEN / BEBAS
 
 
    
           
     b.      Variabel Dependen
     Sering disebut sebagai variable output, criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variable tertikan. Variable terikat merupakan varriabel ynag dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas.
Contoh: “Pengaruh terapi musik terhadap penurunan tingkat kecemasan”
VARIABEL DEPENDEN / TERIKAT
 
                                           
Membuat tinjauan pustaka berupa landasan teori.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
1.      Pengertian Tawuran
Tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat.[1] Di Indonesia sendiri tawuran telah menjadi tradisi, atau bahkan budaya. Prilaku menyimpang ini biasanya diakbatkan oleh masalah sepele atau bisa saja disebabka oleh hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok.
Tawuran sering terjadi dikalangan, pelajar, mahasiswa dan warga desa. Maka tak heran jika kita sering menjumpai aksi perkelahian masal ini di jalan, khususnya diwilayah ibukota.
Entah maksud dari para pelaku tawuran tersebut. Yang jelas aksi negatif ini banyak sekali menimbulkan kerugian, yakni seperti mengganggu ketertiban, dan keamanan umum. Bahkan dari aksi tawuran ini tak sedikit banyak korban luka hingga korban tewas yang berjatuhan.
2.      Pengertian Pelajar
Sebutan “Pelajar” diberikan kepada peserta didik yang sedang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Peserta didik dalam arti luas. Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997).
Peserta didik dalam arti sempit inilah yang disebut sebagai pelajar. Dikatakan pelajar sebab mereka mengikuti pembelajaran dalam konteks pendidikan formal , yakni pendidikan di sekolah. Melalui pendidikan formal inilah pelajar diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Sosial, Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan masih banyak lagi. Diharapkan, selama mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa mampu mengembangkan dirinya baik secara social, emosi, intelektual, bahasa, moral dan kepribadian ke arah positif yang diinginkan semua orang. Perkembangan yang dialami pelajar berbeda-beda. Tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Tidak selamanya perkembangan pada diri pelajar menuju pada hal positif. Adakalanya beberapa pelajar justru menunjukkan perkembangan ke arah negatif, salah satunya aksi premanisme yang marak dilakukan oleh pelajar di berbagai daerah saat ini, Sangat disayangkan, sebab hakikat seorang pelajar adalah belajar dan menuntut ilmu..[2]
3.      Teori Konflik
A.    Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. [3]
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1.      Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2.      Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
RESUME METODE PENELITIAN KUALITATIF
METODE PENELITIAN KUALITATIF
A.    Pengertian Metode Penelitian Kulitatif
Motede peneliian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filasafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

B.     Karakteristik Penelitian Kualitatif
·         Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung kesumber data dan peneliti adalah instrument kunci
·         Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka
·         Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome
·         Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif
·         Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)

C.    Jenis-jenis penelitian kualitatif:
1.      Penelitian Fenomenologi
2.      Penelitian Grounded
3.      Penelitian Etnografi
4.      Penelitian Historis
5.      Penelitian Kasus
6.      Inquiry Filosofis: fundasional, filosofis, etik
7.      Teori kritik sosial


D.    Langkah-langkah Penelitian
1.      Mendefinisikan dan merumuskan maslaah
·         Rumusan maslaah penelitian bersifat tentatif yang dapat berubah dan disempurnakan.
·         Maaslah penelitian ada di lapangan, dan perumusan masalah merupakan upaya untuk menemukan teori dari dasarnya (grounded theory)
·         Rumusan maslaah sering disebut “fokus penelitian” yang dirumuskan dalam bentuk “pertanyaan penelitian”.

2.      Melakukan studi kepustakaan
Studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi yang terkait dengan nilai, budaya, dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti. Peneliti kualitatif ditintut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan teori yang dituliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukkan seberapa jauh peneliti memiliki teori dan memahami permasalahan yang diteliti walaupun masih permasalahan tersebut bersifat sementara itu. Oleh karena itu landasan teori yang dikemukakan tidak merupakan harga mati, tetapi bersifat sementara. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk melakukan grounded research yaitu menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh di lapangan atau situasi sosial.

3.      Menentukan Motode
Pada umumnya alas an menggunakan metode kualitatif karena, permasalahan belum jelas, holistic, kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode kuantitatif dengan instrument seperti tes, kuesioner, pedoman wawancara. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori.

4.      Mengumpulkan data
Pengumpulan data dapt dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara,. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Bila di lihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpualan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan) interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. 

5.      Menganalisis dan menginterpretasi Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya.
Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam kenyataannya, analisis data kulitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.
Analisis Selama Pengumpulan Data
Milles & Huberman, 1984, mengemukakan  metode:
a.       Mengembangkan catatan lapangan mengkategorikan data dan memberi kode pada data
b.      Memasukkan data ke dalam format analisis
c.       Mengembangkan pertanyaan untuk mengumpulkan data
2.   Analisis Setelah Data Terkumpul
a.       Mengumpulkan dan memberi nomor secara kronologis sesuai dengan waktu pengumpulan data
b.      Meneliti ulang data dan mengelompokkannya dalam satu format kategori dan klasifikasi data sesuai dengan kodenya
c.       Memaparkan data yang telah dianalisis dengan fokus masing-masing penelitian
d.      Penarikan beberapa kesimpulan

6.      Membuat generalisasi dan kesimpulan
Uraian tentang pembentukan teori pada dasarnya telah banyak mempersoalkan tentang generalisasi. Namun, jika kita kaji, akan tampak bahwa generalisasi yang dikemukakan itu berbeda dengan generalisasi sebagai biasa diandalkan bahkan menjadi tujuan penelitian.

7.      Membuat laporan
Setiap selesai mengadakan penelitian biasanya peneliti membuat laporan hasil penelitian. Penulisan laporan hasil penelitian itu berfungsi untuk memenuhi beberapa keprluan. Penulisan laporan penelitian dimanfaatkan juga untuk keperluan perkembangan ilmu pengetahuan sebagai salah satu fungsi penelitian lainnya. Penulisan hasil penelitian dapat pula dimanfaatkan untuk keperluan publikasi ilmiah.  



[1] www. Wilkipedia.com
[2] http://pdipmkotabandung.blogspot.com/2010/02/pengertian-pelajar.html.
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik.