BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Filologi diantara
Ilmu-ilmu yang lain
Filologi memiliki hubungan yang erat dengan objek penelitiannya. Mereka
memiliki hubungan berbanding lurus dan saling membutuhkan satu sama lain. Hal
ini terjadi apabila kita menyadari bahwa objek kajian dari filologi merupakan
naskah-naskah kuno. Sehingga, filologi membutuhkan bantuan dari ilmu lain untuk
memaknai suatu teks penelitian. Begitu juga dengan ilmu lain yang membutuhkan
filologi sebagai ilmu bantu.
B. Ilmu Bantu Filologi
Pengertian filologi menjelaskan bahwa objek filologi yang paling utama
adalah naskah-naskah yang mengandung teks sastra atau sastra tradisional, yaitu
sastra yang dihasilkan masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional,
masyarakat yang belum memperhatikan pengaruh Barat secara intensif.[1]
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa filologi adalah disiplin ilmu
yang membahas mengenai naskah-naskah kuno dan untuk mengkaji naskah-naskah
tersebut. Filologi membutuhkan ilmu-ilmu bantu yang erat kaitannya dengan
bahasa, masyarakat, serta budaya yang melahirkan naskah, dan ilmu sastra untuk
mengungkapkan nilai-nilai sastra yang terkandung di dalamnya. selain itu,
filologi juga memerlukan ilmu bantu yang dapat memberikan keterangan tentang
pengaruh kebudayaan yang terlihat dalam kandungan teks. Ilmu bantu itu
diantaranya: Linguistik (pengetahuan bahasa-bahasa yang tampak pengaruhnya
dalam teks, paleografi, ilmu sastra, ilmu agama, sejarah kebudayaan,
antropologi dan folklor.
1. Linguistik
Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah
yang muncul pertama kali pada tahun 1808 dalam majalah ilmiah yang disunting
oleh Johan Severin Vater dan Friedrich Justin Bertuch.[2]
Sedangkan hubungan antara filologi dan linguistik tercermin dari objek
kajiannya, bahasa. Manakala filologi mencari makna dari suatu teks yang
pada dasarnya adalah bahasa maka filologi membutuhkan linguistik sebagai upaya
untuk memaknai bahasa masa lampau dengan berbagai keunikannya.
Ada
beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu filologi dalam
pengkajian naskah. Pertama, etimologi yang berfungsi untuk mempelajari
asal muasal sejarah kata. Hampir dapat dikatakan bahwa pada setiap pengkajian
bahasa teks, selalu ada yang bersifat etimologiss. Kedua, sosiolinguistik
merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling memengaruhi
antara prilaku bahasa dan prilaku masyarakat. Ilmu ini sangat bermanfaat untuk
menekuni bahsa teks, misalnya ada tidaknya undak usuk bahasa, ragam bahasa,
alih kode yang erat kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa.
Ketiga, stilistika merupakan cabang linguistik yang menyelidiki bahasa
sastra, khususnya gaya
bahasa. Diharapkan ilmu ini dapat membantu filologi dalam pencarian teks asli
atau teks yang mendekati aslinya serta dalam rangka penentuan usia teks.
a. Pengetahuan
Bahasa-Bahasa yang Memengaruhi Bahasa Teks
Bahasa yang memengaruhi bahasa-bahasa naskah
Nusantara, diantaranya; bahasa Sansekerta, Tamil, Arab, Persi dan bahasa daerah
yang serumpun dengan bahasa naskah. Diantara bahasa-bahasa tersebut, bahasa
Sansekerta dan bahasa Arab lah yang paling besar pengaruhnya terhadapnya bahasa
naskah Nusantara, sehingga untuk pemahaman teks, kedua bahasa ini perlu
dipelajari.[3]
Semisal bahasa Sansekerta yang banyak
dijumpai dalam naskah cerita fiksi atau berupa epik Ramayana, mahabarata,
dan Sang Hyang Kamahayanikan. Sedang dalam bahasa arab akan kita
temui dalam karya melayu kuno seperti karangan Hamzah Fanzuri, Nuruddin
Arraniri, Abdurauf Asssingkeli dan lain-lain. Dalam karya ini, mereka
menggunakan bahasa Arab yang menguraikan banyak hal mengenai agama Islam yang
memiliki bentuk tanpa syakal atau berharokat.
2. Paleografi
Dari beberapa ilmu pendukung dalam pembahassan filologi, paleografi
merupakan ilmu macam-macam tulisan kuno.[4]
Sedangkan hubungan antara keduanya adalah pengkajian mengenai penjabaran
tulisan-tulisan kuno baik dalam prasasti, batu atau pun logam. Lebih lanjut,
paleografi akan membantu dalam menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan
tersebut. Hal ini sangat penting karena indikator-indikator yang muncul dari
tulisan tersebut akan memberikan titik terang tentang siapa pengarang tulisan
tersebut. Selain itu, hal yang tidak boleh dilewatkan adalah pengamatan anatomi
dari tulisan itu sendiri seperti ukuran, bahan naskah, tinta, panjang dan jarak
baris dalam tulisan.
3. Ilmu Sastra
Ilmu
sastra adalah ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah dengan berbagai
gejala dan masalah sastra.[5] Ilmu sastra merupakan salah satu ilmu bantu bagi
filologi, hal ini dimaklumi karena naskah-naskah Nusantara kebanyakan
mengandung teks sastra, yakni teks yang berisi cerita rekaan atau fiksi. Untuk
menangani teks-teks semacam itu, filologi memerlukan metode pendekatan yang
sesuai dengan sifat objeknya, yaitu metode pendekatan ilmu sastra.
Dalam metodde pendekatan ilmu sastra ini Abrams membedakan tipe-tipe
pendekatan (kritik) tradisional karya sastra menjadi empat, yaitu:[6]
a. Pendekatan mimetik,
menonjolkan aspek-aspek referensi, acuan karya sastra, dan kaitannya dengan
dunia nyata.
b. Pendekatan pragmatik,
menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca/pendengarnya.
c. Pendekatan ekspresif,
menonjolkan karya sastra sebagai penciptanya.
d. Pendekatan objektif,
menonjolkan karya sebagai struktur otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya
dan dari serta niat penulisnya.
Pendekatan mimetik, pragmatik dan ekspresif,
menurut Wellek dan Werren (Suryani, 2006: 18) disebut pendekatan ekstrinsik,
yaitu pendekatan yang menerangkan karya sastra melalui latar belakangnya,
keadaan sekitarnya dan sebab-sebab luarannya. Sedangkan objektif,
termasuk pendekatan intrinsik yaitu pendekatan yang berusaha menafsirkan dan
menganalisis karya sastra dengan teknik dan metode yang diarahkan kepada dan
berasal dari karya sastra itu sendiri.[7]
Pembahasan yang mengenai pendekatan instrinsik yaitu
suatu karya sastra yang memiliki unsur alur, latar, perwatakan, pusat
pengisahan, dan gaya yang kesemuanya itu terjalin menjadi satu struktur atau
kesatuan organis. Apabila pendekatan instrinsik ini memperhitungkan
kaitan-kaitan antara unsur-unsur itu, tanpa memperhatikan faktor-faktor di luar
karya sastra, maka pendekatan ini disebut pendekatan struktural.
Di samping pendekatan instrinsik dan ekstrinsik,
terdapat satu pendekatan lagi yang akhir-akhir ini tampak banyak dibicarakan, yaitu pendekatan reseptif,
suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan kepada tanggapan pembaca atau
penikmat sastra, bukan tanggapan perseorangan melainkan tanggapan kelompok
masyarakat atau masyarakat (Abrams dalam Suryani, 2006: 19).
Salah satu cabang ilmu sastra lainnya, yakni Sosiologi
Sastra merupakan ilmu yang berusaha melakukan pendekatan terhadap sastra
dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Pendekatan ini lebih bersifat
ekstrinsik, sehingga dirasa lebih dekat kepada pendekatan teks-teks lama selama
ini.
4. Agama (Hindu,
Budha dan Islam)
Selain ilmu sastra atau linguistik yang diperlukan dalam memaknai
sebuah teks, seorang filolog juga harus mengetahui seluk-beluk tentang agama
yang ada di nusantara. Naskah-naskah Nusantara yang ditelaah secara ilmiah,
memberikan kesan bahwa naskah-naskah itu diwarnai oleh pengaruh-pengaruh agama
Hindu, Budha dan Islam. Dalam naskah-naskah Jawa Kuno, misalnya tampak adanya
pengaruh agama Hindu dan Budha, bahkan ada yang memang berisi ajaran agama,
seperti Brahmandapurana dan Agastyaparwa untuk ajaran Hindu, Sang
Hyang Kamahayanikan dan Kunjarakarna untuk agama Budha. Sedangkan
dalam naskah Melayu pengaruh Islam tampak lebih dominan.[8]
5. Sejarah
Kebudayaan
Sejarah kebudayaan, seperti kebudayaan Hindu dan Islam
diperlukan pendekatan historis terhadap karya-karya lama Nusantara. Melalui
sejarah kebudayaan, akan diketahui pertumbuhan dan perkembangan unsur-unsur
budaya suatu bangsa. Unsur-unsur budaya yang erat kaitannya dengan pendekatan
historis karya-karya lama Nusantara, antara lain sistem kemasyarakatan,
kesenian, ilmu pengetahuan dan agama. Tanpa latar belakang kebudayaan Hindu,
misalnya, orang tidak akan dapat menilai dengan tepat suatu episode yang
melukiskan seorang istri terjun ke dalam api pembakaran mayat suaminya dengan
disaksikan oleh anggota masyarakat lainnya, yang sering dijumpai dalam
naskah-naskah Jawa Kuno, seperti Smaradhahana dan Kunjarakarna.
Peristiwa tersebut di dalam kebudayaan Hindu disebut istilah patibrata.
Contoh lain, bagian teks yang pemahamannya memerlukan latar belakang
pengetahuan sejarah kebudayaan ialah genealogi raja dalam teks-teks sastra
sejarah atau babad.[9]
6. Antropologi
Secara singkat disebutkan bahwa antropologi ialah penyelidikan terhadap
manusia dan kehidupannya.[10]
Penggarapan naskah tidak terlepas dari konteks masyarakat dan budaya masyarakat
yang melahirkannya. Untuk keperluan ini, filolog dapat memanfaatkan hasil
kajian atau metode antropologi sebagai suatu ilmu yang objek penyelidikannya
manusia dipandang dari segi fisik, masyarakat dan kebudayaannya. Masalah yang
erat kaitannya dengan antropologi, misalnya sikap masyarakat terhadap naskah
yang sekarang masih hidup, atau terhadap naskah yang dimilikinya, apakah naskah
itu dipandang sebagai benda keramat atau sebagai benda biasa?
Naskah yang merupakan karya-karya pujangga keraton yang masih tersimpan di
perpustakaan keraton Surakarta dan Yogyakarta tampak dikeramatkan seperti benda-benda
pusaka. Tradisi chaos dhahar “memberi sesaji” dan nyiram
“memandikan” yang biasanya dilakukan untuk benda-benda pusaka, hal itu
dilakukan untuk naskah-naskah sastra. Dalam kata nyiram naskah disini
bukan berarti memandikan naskah dengan cara memasukannya ke dalam air, tetapi
hanya mengangin-anginkannya.
7. Folklore
Folklor masih dianggap ilmu yang
relatif baru karena semula dipandang sebagai bagian dari antropologi. Folklor
ini sangat erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama yang
mencerminkan unsur-unsur folklor, misalnya: teks-teks yang termasuk jenis
sastra atau babad. Unsur folklor yang tampak jelas dalam teks jenis ini antara
lain: mite, legenda dan cerita asal usul.[11]
Seperti dalam Babad Tanah Jawi terdapat mitologi Hindu dan legenda Watu
Gunung, dan mite Nyi Roro Kidul, raja jin yang menguasai ‘Laut
Selatan’, kekasih panembahan Senapati. Dalam teks-teks sastra Melayu, tampak
adanya mite nenek moyang, yaitu sepasang suami istri yang kelahirannya tidak
wajar, tidak melalui rahim ibu. Diceritakannya bahwa mereka sebagai nenek
moyang raja-raja Melayu. Mite semacam ini terdapat antara lain dalam teks Hikayat
Banjar, Salasilah Kutai, Hikayat Aceh. Dari beberapa contoh tersebut,
jelaslah abhwa untuk menangani teks-teks atau naskah-naskah semacam itu
diperlukan latar belakang pengetahuan folklor, khususnya cerita rakyat.
C. Filologi sebagai Ilmu Bantu Bagi
Ilmu-Ilmu Lain
Sebuah karya baik sastra atau bukan merupakan cerminan keintelektualan
masyarakatnya. Hal inilah yang berusaha dikaji oleh filologi dalam menelaah
tiap naskah kuno yang ada sebagai objek kajiannya. Hasil penyelidikan ini,
dapat pula digunakan untuk mengamati adat istiadat masyarakat tempo dulu yang
bisa digunakan sebagai data pengkajian ilmu-ilmu lain. Dengan kata lain,
filologi menyajikan beberapa data yang telah disortir berdasarkan kandungan
naskah itu sendiri dan mengelompokkannya.[12]
Sedang beberapa ilmu yang menjadikan filologi sebagai ilmu bantu ialah ilmu
bantu linguistik, ilmu bantu ilmu sastra, ilmu bantu sejarah kebudayaan, ilmu
bantu ilmu sejarah dan ilmu bantu hukum adat.
1. Filologi Sebagai
Ilmu Bantu Ilmu Linguistik
Untuk penelitian linguistik dan kronik, ini sangat
diperlukan seorang ahli linguistik memerlukan suntingan teks lama dan bahasa
teks lama juga dibutuhkan oleh filologi, karena dapat menggali dan menganilis
serta membandingkan seluk-beluk bahasa tulis dengan bahasa sehari-hari.[13]
Pada umumnya, ahli linguistik mempercayakan pembacaan teks-teks lama pada
ahli filologi atau ahli epigrafi. Dari hasil kerja inilah ahli linguistik
menggali dan menganalisis seluk beluk bahasa tulis yang pada umumnya telah
berbeda dengan bahasa sehari-hari saat ini. Lalu, untuk kemudiannya hasil dari
penelitian ahli linguistik ini pun bisa menjadi bahan lanjutan bagi penelitian
filologi yang memerlukannya dan disinilah terjadi hubungan timbal balik antara
keduanya.[14]
2. Filologi Sebagai
Ilmu Bantu Ilmu Sastra
Filologi dapat menjadi ilmu bantu ilmu sastra. Banyak
naskah-naskah yang membahas atau mengkaji tentang sastra. Seorang peneliti
sastra dapat memanfaatkan hasil suntingan teks para filolog. Ilmu sastra akan
benar-benar bersifat umum apabila data untuk penyusunan teori-teorinya
didasarkan hanya pada sastra lam, bukan pada sastra baru. Konvensi sastra baru
belum tentu sama dengan konvensi sastra lama.
Diatas tadi telah
dijelaskan bahwa karya nusantara sangatlah banyak dan sebagian besar dari karya
yang lahir merupakan karya sastra kuno atau tradisional. Dari karya yang ada,
filologi berperan untuk menelaah lebih dalam tentang kandungan karya tersebut
dan mengelompokkannya dalam sub-bagian yang mempermudah khalayak untuk
membacanya. Dari hal tersebut, para sastrawan yang mumpuni saat ini
menggunakannya untuk menyusun sebuah sejarah sastra atau teori sastra.[15]
3. Filologi Sebagai
Ilmu Bantu Sejarah Kebudayaan
Dalam hal ini filologi berperan untuk mengangkat khazanah atau suri
tauladan ruhaniyah nenek moyang yang termaktub dalam sebuah naskah baik berupa
adat istiadat, kesenian ataupun kepercayaan. Nantinya, hal
ini akan menjadi bahan pembelajaran bagi ilmu sejarah kebudayaan. Dalam
perjalanannya, beberapa kebudayaan telah punah atau hilang karena tidak ada
penerus dalam pelaksanaannya.Maka, filologi dianggap penting untuk membatu ilmu
ini untuk mengungkap khazanah kuno yang masih terendap dalam naskah.[16]
Filologi mengungkap khazanah warisan nenek moyang misalnya: kepercayaan,
adapt istiadat, kesenian, dll. Termasuk unsur-unsur sekarang sudah punah
(misalnya: istilah-istilah untuk bidang musik, takaran, timbangan, ukuran, mata
uang, dsb.)[17]
4. Filologi Sebagai
Ilmu Bantu Ilmu Sejarah
Fungsi utama filologi
dalam ilmu ini ialah pendukung atau rujukan sebuah fakta baru. Rujukan yang
dimaksud disini adalah terungkapnya sebuah karya yang memuat suatu penjelasann
tentang suatu daerah atau benda. Semisal, ditemukannya Negarakretagama, Babad
Tanah Jawi, Pararaton dan sebagainya. Naskah-naskah yang ada ini akan dijadikan
sebuah petunjuk untuk mencari tahu kehidupan masa lampau di Nusantara,
sekaligus menjadi rujukan primer.[18]
• Naskah-naskah Nusantara dipandang berisi teks sejarah (misalnya:
Pararaton, Negara kertagama).
• Dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah apabila sudah diuji berdasarkan
sumbar-sumber lain.
• Sebagai informasi lukisan kehidupan masyarakat yang jarang ditemukan
misalnya: Serat wicarakeras yang memberikan kritikan tajam terhadap masyarakat Surakarta (lingkungan
keratin).[19]
5. Filologi Sebagai
Ilmu Bantu Ilmu Hukum Adat
• Terutama dalam penyediaan teks.
Penulisannya baru dilakukan kemudian hari kemudian setelah dirasakan perlu
kepastian peraturan hukum oleh raja atau setelah ada pengaruh dari barat.
Kitab Angger-angger : Praniti Raja, Surya Ngalam, Nawala Pradata, Angger Sadasa, dll.[20]
Kitab Angger-angger : Praniti Raja, Surya Ngalam, Nawala Pradata, Angger Sadasa, dll.[20]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filolologi merupakan ilmu yang objek kajiannya adalah naskah kuno. Hal ini
secara tidak langsung telah membuka informasi dan cakupan bahasan yang
luas. Alasan inilah yang menjadikan filologi tidak bisa berdiri sendiri
sebagai disiplin ilmu yang bisa menjawab semua pertanyaan. Akhirnya, filologi
membutuhkan persinggungan dari disiplin ilmu lain untuk menjawab semua
pertanyaan yang tidak mampu dia jawab.
Dari disiplin ilmu yang ada, sebenarnya ilmu linguistik pernah mengakui
bahwa filologi adalah ilmu linguistik. Akan tetapi, pada sekitar abad ke-19
linguistik memisahkan ilmu ini sendiri. Mengingat filologi lebih mengutamakan
bahasan teks atau tulis, sedangkan linguistik memiliki bahasan yang tak hanya
terkait dengan tulisan, tapi juga bahasa lisan. Sedang Verhaar menyatakan bahwa
seorang filolog cukup mengenal sedikit linguistik saja, sudah akan membantu
untuk mendalami filologi.
Selanjutnya, dari objek kajian yang filologi miliki telah menghasilkan
produk yang dapat digunakan oleh disiplin ilmu lain untuk membantu mereka dalam
pencarian jawaban, manakala disiplin ilmu tersebut tidak bisa menjawabnya.
Dalam posisi ini, filologi dianggap sebagi ilmu yang membantu dalam disiplin
ilmu yang lain. Beberapa ilmu itu ialah ilmu dalam pengkajian sastra, sejarah,
budaya, agama dan lain-lain. Dari produk filologi itulah yang akan
mengembangkan disiplin ilmu yang telah disebut.
Filologi dan ilmu bantu yang telah disebutkan memiliki hubungan timabal
balik. Semisal, ketika filologi membutuhkan 5 ilmu bantu untuk menjawab
pertanyaan yang tidak bisa dijawab olehnya, maka pada waktu sama filologi juga
dapat digunakan oleh 5 ilmu lain.
B. Saran
Besar harapan kami agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya khususnya bagi kami penulis.
Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Fu’adi. 1993. Filologi Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.
Kridalaksana, Harimurti, 2011, Kamus Linguitik
edisi 4. Jakarta
: PT. Gramedia Utama.
Partanto, Puis. 2001.
Kamus Ilmiah Populer. Arkola: Surabaya.
Suryani, Elis. 2012. Filologi. Bogor:
Ghalia Indonesia
http://imam-waluyo.blogspot.com/2011/10/filologi-sebagai-ilmu-bantu.html
(http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[1] Elis
Suryani NS, Filologi,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hal. 9
[3] Elis
Suryani NS,
Op.Cit., hal. 11
[4] Ibid., hal 12
[5] Antilan Purba, Pengantar Ilmu
Sastra, (Medan:
USU Press, 2010), hal. 2.
[6] www.scribd.com
[7] Elis
Suryani NS,
Op.Cit., hal. 13
[8] Elis
Suryani NS,
Op.Cit., hal. 14
[9] Elis
Suryani NS,
Op.Cit., hal. 15
[11] Elis
Suryani NS,
Op.Cit., hal. 17
[12] www.scribd.com
[14]
http://philologyonline.com/filologi-sebagai-ilmu-bantu-ilmu-ilmu-lain/
[15]
(http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[16]
(http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[18]
(http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[20]
(http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html