Senin, 08 April 2013

Filologi

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kedudukan Filologi diantara Ilmu-ilmu yang lain
Filologi memiliki hubungan yang erat dengan objek penelitiannya. Mereka memiliki hubungan berbanding lurus dan saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini terjadi apabila kita menyadari bahwa objek kajian dari filologi merupakan naskah-naskah kuno. Sehingga, filologi membutuhkan bantuan dari ilmu lain untuk memaknai suatu teks penelitian. Begitu juga dengan ilmu lain yang membutuhkan filologi sebagai ilmu bantu.

B.     Ilmu Bantu Filologi
Pengertian filologi menjelaskan bahwa objek filologi yang paling utama adalah naskah-naskah yang mengandung teks sastra atau sastra tradisional, yaitu sastra yang dihasilkan masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional, masyarakat yang belum memperhatikan pengaruh Barat secara intensif.[1] Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa filologi adalah disiplin ilmu yang membahas mengenai naskah-naskah kuno dan untuk mengkaji naskah-naskah tersebut. Filologi membutuhkan ilmu-ilmu bantu yang  erat kaitannya dengan bahasa, masyarakat, serta budaya yang melahirkan naskah, dan ilmu sastra untuk mengungkapkan nilai-nilai sastra yang terkandung di dalamnya. selain itu, filologi juga memerlukan ilmu bantu yang dapat memberikan keterangan tentang pengaruh kebudayaan yang terlihat dalam kandungan teks. Ilmu bantu itu diantaranya: Linguistik (pengetahuan bahasa-bahasa yang tampak pengaruhnya dalam teks, paleografi, ilmu sastra, ilmu agama, sejarah kebudayaan, antropologi dan folklor.

1. Linguistik
Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah yang muncul pertama kali pada tahun 1808 dalam majalah ilmiah yang disunting oleh Johan Severin Vater dan Friedrich Justin Bertuch.[2] Sedangkan hubungan antara filologi dan linguistik tercermin dari objek kajiannya, bahasa. Manakala filologi mencari makna dari suatu teks yang  pada dasarnya adalah bahasa maka filologi membutuhkan linguistik sebagai upaya untuk memaknai bahasa masa lampau dengan berbagai keunikannya.
              Ada beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu filologi dalam pengkajian naskah. Pertama, etimologi yang berfungsi untuk mempelajari asal muasal sejarah kata. Hampir dapat dikatakan bahwa pada setiap pengkajian bahasa teks, selalu ada yang bersifat etimologiss. Kedua, sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling memengaruhi antara prilaku bahasa dan prilaku masyarakat. Ilmu ini sangat bermanfaat untuk menekuni bahsa teks, misalnya ada tidaknya undak usuk bahasa, ragam bahasa, alih kode yang erat kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa. Ketiga, stilistika merupakan cabang linguistik yang menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa. Diharapkan ilmu ini dapat membantu filologi dalam pencarian teks asli atau teks yang mendekati aslinya serta dalam rangka penentuan usia teks.

a.      Pengetahuan Bahasa-Bahasa yang Memengaruhi Bahasa Teks
Bahasa yang memengaruhi bahasa-bahasa naskah Nusantara, diantaranya; bahasa Sansekerta, Tamil, Arab, Persi dan bahasa daerah yang serumpun dengan bahasa naskah. Diantara bahasa-bahasa tersebut, bahasa Sansekerta dan bahasa Arab lah yang paling besar pengaruhnya terhadapnya bahasa naskah Nusantara, sehingga untuk pemahaman teks, kedua bahasa ini perlu dipelajari.[3]
Semisal bahasa Sansekerta yang banyak dijumpai dalam naskah cerita fiksi atau berupa epik Ramayana, mahabarata, dan Sang Hyang Kamahayanikan. Sedang dalam bahasa arab akan kita temui dalam karya melayu kuno seperti karangan Hamzah Fanzuri, Nuruddin Arraniri, Abdurauf Asssingkeli dan lain-lain. Dalam karya ini, mereka menggunakan bahasa Arab yang menguraikan banyak hal mengenai agama Islam yang memiliki bentuk tanpa syakal atau berharokat.

2.  Paleografi
Dari beberapa ilmu pendukung dalam pembahassan filologi, paleografi merupakan ilmu macam-macam tulisan kuno.[4] Sedangkan hubungan antara keduanya adalah pengkajian mengenai penjabaran tulisan-tulisan kuno baik dalam prasasti, batu atau pun logam. Lebih lanjut, paleografi akan membantu dalam menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tersebut. Hal ini sangat penting karena indikator-indikator yang muncul dari tulisan tersebut akan memberikan titik terang tentang siapa pengarang tulisan tersebut. Selain itu, hal yang tidak boleh dilewatkan adalah pengamatan anatomi dari tulisan itu sendiri seperti ukuran, bahan naskah, tinta, panjang dan jarak baris dalam tulisan.

3.  Ilmu Sastra
Ilmu sastra adalah ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah dengan berbagai gejala dan masalah sastra.[5] Ilmu sastra merupakan salah satu ilmu bantu bagi filologi, hal ini dimaklumi karena naskah-naskah Nusantara kebanyakan mengandung teks sastra, yakni teks yang berisi cerita rekaan atau fiksi. Untuk menangani teks-teks semacam itu, filologi memerlukan metode pendekatan yang sesuai dengan sifat objeknya, yaitu metode pendekatan ilmu sastra.
Dalam metodde pendekatan ilmu sastra ini Abrams membedakan tipe-tipe pendekatan (kritik) tradisional karya sastra menjadi empat, yaitu:[6]
a.       Pendekatan mimetik, menonjolkan aspek-aspek referensi, acuan karya sastra, dan kaitannya dengan dunia nyata.
b.      Pendekatan pragmatik, menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca/pendengarnya.
c.       Pendekatan ekspresif, menonjolkan karya sastra sebagai penciptanya.
d.      Pendekatan objektif, menonjolkan karya sebagai struktur otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya dan dari serta niat penulisnya.
Pendekatan mimetik, pragmatik dan ekspresif, menurut Wellek dan Werren (Suryani, 2006: 18) disebut pendekatan ekstrinsik, yaitu pendekatan yang menerangkan karya sastra melalui latar belakangnya, keadaan sekitarnya dan sebab-sebab luarannya. Sedangkan objektif, termasuk pendekatan intrinsik yaitu pendekatan yang berusaha menafsirkan dan menganalisis karya sastra dengan teknik dan metode yang diarahkan kepada dan berasal dari karya sastra itu sendiri.[7]
Pembahasan yang mengenai pendekatan instrinsik yaitu suatu karya sastra yang memiliki unsur alur, latar, perwatakan, pusat pengisahan, dan gaya yang kesemuanya itu terjalin menjadi satu struktur atau kesatuan organis. Apabila pendekatan instrinsik ini memperhitungkan kaitan-kaitan antara unsur-unsur itu, tanpa memperhatikan faktor-faktor di luar karya sastra, maka pendekatan ini disebut pendekatan struktural.
Di samping pendekatan instrinsik dan ekstrinsik, terdapat satu pendekatan lagi yang akhir-akhir ini tampak  banyak dibicarakan, yaitu pendekatan reseptif, suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan kepada tanggapan pembaca atau penikmat sastra, bukan tanggapan perseorangan melainkan tanggapan kelompok masyarakat atau masyarakat (Abrams dalam Suryani, 2006: 19).
Salah satu cabang ilmu sastra lainnya, yakni Sosiologi Sastra merupakan ilmu yang berusaha melakukan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Pendekatan ini lebih bersifat ekstrinsik, sehingga dirasa lebih dekat kepada pendekatan teks-teks lama selama ini.

4. Agama (Hindu, Budha dan Islam)
Selain ilmu sastra atau  linguistik yang diperlukan dalam memaknai sebuah teks, seorang filolog juga harus mengetahui seluk-beluk tentang agama yang ada di nusantara. Naskah-naskah Nusantara yang ditelaah secara ilmiah, memberikan kesan bahwa naskah-naskah itu diwarnai oleh pengaruh-pengaruh agama Hindu, Budha dan Islam. Dalam naskah-naskah Jawa Kuno, misalnya tampak adanya pengaruh agama Hindu dan Budha, bahkan ada yang memang berisi ajaran agama, seperti Brahmandapurana dan Agastyaparwa untuk ajaran Hindu, Sang Hyang Kamahayanikan dan Kunjarakarna untuk agama Budha. Sedangkan dalam naskah Melayu pengaruh Islam tampak lebih dominan.[8]

5. Sejarah Kebudayaan
            Sejarah kebudayaan, seperti kebudayaan Hindu dan Islam diperlukan pendekatan historis terhadap karya-karya lama Nusantara. Melalui sejarah kebudayaan, akan diketahui pertumbuhan dan perkembangan unsur-unsur budaya suatu bangsa. Unsur-unsur budaya yang erat kaitannya dengan pendekatan historis karya-karya lama Nusantara, antara lain sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan agama. Tanpa latar belakang kebudayaan Hindu, misalnya, orang tidak akan dapat menilai dengan tepat suatu episode yang melukiskan seorang istri terjun ke dalam api pembakaran mayat suaminya dengan disaksikan oleh anggota masyarakat lainnya, yang sering dijumpai dalam naskah-naskah Jawa Kuno, seperti Smaradhahana dan Kunjarakarna. Peristiwa tersebut di dalam kebudayaan Hindu disebut istilah patibrata. Contoh lain, bagian teks yang pemahamannya memerlukan latar belakang pengetahuan sejarah kebudayaan ialah genealogi raja dalam teks-teks sastra sejarah atau babad.[9]

6. Antropologi
Secara singkat disebutkan bahwa antropologi ialah penyelidikan terhadap manusia dan kehidupannya.[10] Penggarapan naskah tidak terlepas dari konteks masyarakat dan budaya masyarakat yang melahirkannya. Untuk keperluan ini, filolog dapat memanfaatkan hasil kajian atau metode antropologi sebagai suatu ilmu yang objek penyelidikannya manusia dipandang dari segi fisik, masyarakat dan kebudayaannya. Masalah yang erat kaitannya dengan antropologi, misalnya sikap masyarakat terhadap naskah yang sekarang masih hidup, atau terhadap naskah yang dimilikinya, apakah naskah itu dipandang sebagai benda keramat atau sebagai benda biasa?
Naskah yang merupakan karya-karya pujangga keraton yang masih tersimpan di perpustakaan keraton Surakarta dan Yogyakarta tampak dikeramatkan seperti benda-benda pusaka. Tradisi chaos dhahar “memberi sesaji” dan nyiram “memandikan” yang biasanya dilakukan untuk benda-benda pusaka, hal itu dilakukan untuk naskah-naskah sastra. Dalam kata nyiram naskah disini bukan berarti memandikan naskah dengan cara memasukannya ke dalam air, tetapi hanya mengangin-anginkannya.

7. Folklore
      Folklor masih dianggap ilmu yang relatif baru karena semula dipandang sebagai bagian dari antropologi. Folklor ini sangat erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama yang mencerminkan unsur-unsur folklor, misalnya: teks-teks yang termasuk jenis sastra atau babad. Unsur folklor yang tampak jelas dalam teks jenis ini antara lain: mite, legenda dan cerita asal usul.[11] Seperti dalam Babad Tanah Jawi terdapat mitologi Hindu dan legenda Watu Gunung, dan mite Nyi Roro Kidul, raja jin yang menguasai ‘Laut Selatan’, kekasih panembahan Senapati. Dalam teks-teks sastra Melayu, tampak adanya mite nenek moyang, yaitu sepasang suami istri yang kelahirannya tidak wajar, tidak melalui rahim ibu. Diceritakannya bahwa mereka sebagai nenek moyang raja-raja Melayu. Mite semacam ini terdapat antara lain dalam teks Hikayat Banjar, Salasilah Kutai, Hikayat Aceh. Dari beberapa contoh tersebut, jelaslah abhwa untuk menangani teks-teks atau naskah-naskah semacam itu diperlukan latar belakang pengetahuan folklor, khususnya cerita rakyat.

C.    Filologi sebagai Ilmu Bantu Bagi Ilmu-Ilmu Lain
Sebuah karya baik sastra atau bukan merupakan cerminan keintelektualan masyarakatnya. Hal inilah yang berusaha dikaji oleh filologi dalam menelaah tiap naskah kuno yang ada sebagai objek kajiannya. Hasil penyelidikan ini, dapat pula digunakan untuk mengamati adat istiadat masyarakat tempo dulu yang bisa digunakan sebagai data pengkajian ilmu-ilmu lain. Dengan kata lain, filologi menyajikan beberapa data yang telah disortir berdasarkan kandungan naskah itu sendiri dan mengelompokkannya.[12] Sedang beberapa ilmu yang menjadikan filologi sebagai ilmu bantu ialah ilmu bantu linguistik, ilmu bantu ilmu sastra, ilmu bantu sejarah kebudayaan, ilmu bantu ilmu sejarah dan ilmu bantu hukum adat.

1.    Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Linguistik
Untuk penelitian linguistik dan kronik, ini sangat diperlukan seorang ahli linguistik memerlukan suntingan teks lama dan bahasa teks lama juga dibutuhkan oleh filologi, karena dapat menggali dan menganilis serta membandingkan seluk-beluk bahasa tulis dengan bahasa sehari-hari.[13]
Pada umumnya, ahli linguistik mempercayakan pembacaan teks-teks lama pada ahli filologi atau ahli epigrafi. Dari hasil kerja inilah ahli linguistik menggali dan menganalisis seluk beluk bahasa tulis yang pada umumnya telah berbeda dengan bahasa sehari-hari saat ini. Lalu, untuk kemudiannya hasil dari penelitian ahli linguistik ini pun bisa menjadi bahan lanjutan bagi penelitian filologi yang memerlukannya dan disinilah terjadi hubungan timbal balik antara keduanya.[14]

2.    Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra
Filologi dapat menjadi ilmu bantu ilmu sastra. Banyak naskah-naskah yang membahas atau mengkaji tentang sastra. Seorang peneliti sastra dapat memanfaatkan hasil suntingan teks para filolog. Ilmu sastra akan benar-benar bersifat umum apabila data untuk penyusunan teori-teorinya didasarkan hanya pada sastra lam, bukan pada sastra baru. Konvensi sastra baru belum tentu sama dengan konvensi sastra lama.
Diatas tadi telah dijelaskan bahwa karya nusantara sangatlah banyak dan sebagian besar dari karya yang lahir merupakan karya sastra kuno atau tradisional. Dari karya yang ada, filologi berperan untuk menelaah lebih dalam tentang kandungan karya tersebut dan mengelompokkannya dalam sub-bagian yang mempermudah khalayak untuk membacanya. Dari hal tersebut, para sastrawan yang mumpuni saat ini menggunakannya untuk menyusun sebuah sejarah sastra atau teori sastra.[15]

3.    Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Kebudayaan
Dalam hal ini filologi berperan untuk mengangkat khazanah atau suri tauladan ruhaniyah nenek moyang yang termaktub dalam sebuah naskah baik berupa adat istiadat, kesenian ataupun kepercayaan. Nantinya, hal ini akan menjadi bahan pembelajaran bagi ilmu sejarah kebudayaan. Dalam perjalanannya, beberapa kebudayaan telah punah atau hilang karena tidak ada penerus dalam pelaksanaannya.Maka, filologi dianggap penting untuk membatu ilmu ini untuk mengungkap khazanah kuno yang masih terendap dalam naskah.[16]
Filologi mengungkap khazanah warisan nenek moyang misalnya: kepercayaan, adapt istiadat, kesenian, dll. Termasuk unsur-unsur sekarang sudah punah (misalnya: istilah-istilah untuk bidang musik, takaran, timbangan, ukuran, mata uang, dsb.)[17]

4.    Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sejarah
Fungsi utama filologi dalam ilmu ini ialah pendukung atau rujukan sebuah fakta baru. Rujukan yang dimaksud disini adalah terungkapnya sebuah karya yang memuat suatu penjelasann tentang suatu daerah atau benda. Semisal, ditemukannya Negarakretagama, Babad Tanah Jawi, Pararaton dan sebagainya. Naskah-naskah yang ada ini akan dijadikan sebuah petunjuk untuk mencari tahu kehidupan masa lampau di Nusantara, sekaligus menjadi rujukan primer.[18]
• Naskah-naskah Nusantara dipandang berisi teks sejarah (misalnya: Pararaton, Negara kertagama).
• Dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah apabila sudah diuji berdasarkan sumbar-sumber lain.
• Sebagai informasi lukisan kehidupan masyarakat yang jarang ditemukan misalnya: Serat wicarakeras yang memberikan kritikan tajam terhadap masyarakat Surakarta (lingkungan keratin).[19]

5.    Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Hukum Adat
• Terutama dalam penyediaan teks.
Penulisannya baru dilakukan kemudian hari kemudian setelah dirasakan perlu kepastian peraturan hukum oleh raja atau setelah ada pengaruh dari barat.
Kitab Angger-angger : Praniti Raja, Surya Ngalam, Nawala Pradata, Angger Sadasa, dll.[20]




















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filolologi merupakan ilmu yang objek kajiannya adalah naskah kuno. Hal ini secara tidak langsung telah membuka informasi dan cakupan bahasan yang luas.  Alasan inilah yang menjadikan filologi tidak bisa berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu yang bisa menjawab semua pertanyaan. Akhirnya, filologi membutuhkan persinggungan dari disiplin ilmu lain untuk menjawab semua pertanyaan yang tidak mampu dia jawab.
Dari disiplin ilmu yang ada, sebenarnya ilmu linguistik pernah mengakui bahwa filologi adalah ilmu linguistik. Akan tetapi, pada sekitar abad ke-19 linguistik memisahkan ilmu ini sendiri. Mengingat filologi lebih mengutamakan bahasan teks atau tulis, sedangkan linguistik memiliki bahasan yang tak hanya terkait dengan tulisan, tapi juga bahasa lisan. Sedang Verhaar menyatakan bahwa seorang filolog cukup mengenal sedikit linguistik saja, sudah akan membantu untuk mendalami filologi.  
Selanjutnya, dari objek kajian yang filologi miliki telah menghasilkan produk yang dapat digunakan oleh disiplin ilmu lain untuk membantu mereka dalam pencarian jawaban, manakala disiplin ilmu tersebut tidak bisa menjawabnya. Dalam posisi ini, filologi dianggap sebagi ilmu yang membantu dalam disiplin ilmu yang lain. Beberapa ilmu itu ialah ilmu dalam pengkajian sastra, sejarah, budaya, agama dan lain-lain. Dari produk filologi itulah yang akan mengembangkan disiplin ilmu yang telah disebut.
Filologi dan ilmu bantu yang telah disebutkan memiliki hubungan timabal balik. Semisal, ketika filologi membutuhkan 5 ilmu  bantu untuk menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab olehnya, maka pada waktu sama filologi juga dapat digunakan oleh 5 ilmu lain.  

B. Saran
Besar harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya khususnya bagi kami penulis. Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Fu’adi. 1993. Filologi Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.
Kridalaksana, Harimurti, 2011, Kamus Linguitik edisi 4. Jakarta : PT. Gramedia Utama.
Partanto, Puis. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Arkola: Surabaya.
Suryani, Elis. 2012. Filologi. Bogor: Ghalia Indonesia
http://imam-waluyo.blogspot.com/2011/10/filologi-sebagai-ilmu-bantu.html
 (http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html




[1] Elis Suryani NS, Filologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hal. 9
[2] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguitik edisi 4. (Jakarta: Gramedia Utama, 2011), hal. 114
[3] Elis Suryani NS, Op.Cit., hal. 11
[4] Ibid., hal 12
[5] Antilan Purba, Pengantar Ilmu Sastra, (Medan: USU Press, 2010), hal. 2.
[6] www.scribd.com
[7] Elis Suryani NS, Op.Cit., hal. 13
[8] Elis Suryani NS, Op.Cit., hal. 14
[9] Elis Suryani NS, Op.Cit., hal. 15
[10] Puis Partanto,  Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola, 2001), hal. 44
[11] Elis Suryani NS, Op.Cit., hal. 17
[12] www.scribd.com
[13] http://imam-waluyo.blogspot.com/2011/10/filologi-sebagai-ilmu-bantu.html
[14] http://philologyonline.com/filologi-sebagai-ilmu-bantu-ilmu-ilmu-lain/

[15] (http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[16] (http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[17] http://imam-waluyo.blogspot.com/2011/10/filologi-sebagai-ilmu-bantu.html
[18] (http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html
[19] http://imam-waluyo.blogspot.com/2011/10/filologi-sebagai-ilmu-bantu.html
[20] (http://isyammaliki.blogspot.com/2012/02/kedudukan-filologi-dan-ilmu-ilmu-lain.html

Tidak ada komentar: